Home | Posts RSS | Comments RSS | Login

HARI YANG TAK PERNAH TERLUPAKAN

Senin, 04 Januari 2010

Pagi yang cerah dan indahpun menyelimuti hari itu. Sawah yang hijaupun sempat menjernihkan mata. Shubuhpun telah berlalu, kegiatan santriwatipun dimulai dengan senam pagi dan dilanjutkan dengan membersihkan pondok bersama-sama. Sebab hal itu merupakan kegiatan santriwati diakhir pekan. Setelah semua terselesaikan, sebut saja dia Zuhroh yang akanbergegas kembali kekamarnya untuk sarapan pagi dan berkumpul dengan teman-temannya. Merekapun bercanda ria dan bercerita tentang hari-hari sebelumnya.
Disela-sela tawa mereka itu, Zuhroh diam sejenak dan mengingat sesuatu bahwa kemarin malam Dia diberi amanat oleh kakak kelasnya untuk memberi perlengkapan kamar. Kemudian diapun mempunyai rencana untuk pergi kepasar. ” Zuhroh, mengapa kamu diam ? ”, sela salah satu temannya. ” Ehm...,siapa yang mau ikut saya pergi ke pasar?”, ucap saya. Sejenak semua teman-teman saya diam dan berfikir. ” saya ”, kata Nurul. Dan semua teman-teman menatap Nurul.
Saya dan Nurul langsung bergegas kekamar ustadzah untuk izin pergi ke pasar. Pintu diketuk oleh Nurul , ” Tok...tok...tok..., Assalamu’alaikum” , ucapnya. Dibalik pintu terdengar, ” wa’alaikumsalam ”, jawab ustadzah. Pintu pun terbuka, saya dan Nurul pun langsung minta izin kepada beliau untuk pergi kepasar dan kamipun diizinkan beliau hingga pukul 12.00 WIB.
Jam menunjukkan pukul 08.30 WIB, kamipun bersiap-siap untuk pergi kepasar dan sebelumnya teman- teman kamipun menitip kepada kami barang-barang yang mereka perlukan sehingga kamipun harus mencatatnya. Setelah kami selesai bersiap-siap kamipun bergegas untuk pergi. Waktu itu, tidak ada kendaraan umum satupun yang lewat, hingga kamipun terus menunggu dan menunggu. Alhamdlillah , ada kendaraan umum yang lewat, saya dan Nurul menaiki kendaraan tersebut. Perjalanan kepasarpun kami lalui kira-kira 15 menit. Akhirnya, kamipun sampai disana.
Sesampai disana saya dan Nurul langsung bergegas untuk membeli keperluan yang kami butuhkan dan titipan teman-teman kami. Tak tersa jam tangan saya telah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Waktu kamipun kurang 30 menit lagi, sesegera mungkin kami bergegas untuk pulang dan kembali ke pondok.
Setelah kami sampai di terminal, saya dan Nurulpun bertengkar terlebih dahulu karena perbedaan pendapat kami untuk apa yang kami naiki untuk pulang. ” Kita naik apa Nurul?”, ucap saya. ” Kita naik becak saja”, ujarnya. ” Bemo saja kan lebih murah dan bisa menghemat uang kita ini”, ucap saya. ” Saya nanti muntah-muntah apabila kita naik bemo”, jawabnya. Sejenak kamipun terdiam, sayapun mengalah karena jam mau menunjukkan jam 12 siang. Dan kamipun menaiki becak yang dipilih oleh Nurul. Becakpun melaju dengan lambatnya, tiba-tiba firasat saya aneh setelah saya berada becak dan seperti ada rasa yang terganjal dalam batin. ” Nurul, mengapa firasat saya aneh setelah naik becak ini? Apalagi wajah pembecaknya menakutkan ? ”, ucap saya kepada Nurul. ” Ah, tidak ada apa-apa”, jawabnya.
Becakpun berbelok ke gang menuju ke arah pondok kami, tiba-tiba becak yang kami tumpangi itu menabrak dinding yang berhadapan dengan sungai.” Bruak.....”, becak kamipun jatuh dan berubah posisi menjadi terbalik alias jomplang. Terasa jantung kami mau copot karena tubuh saya dan Nurul terbalik kaki kami berada diatas dan kepala kami berada dibawah. Untung saja kami tidak jatuh kedalam sungai karena apabila kami jatuh kedalam sungai bagaimana nasib barang-barang yang kami bawa apalagi titipan teman-teman. ” Saya kan sudah bilang jangan naik becak”, ujar saya kepadanya. ” Iya, iya saya yang salah dan saya minta maaf kepada kamu”, jawabnya. Dalam keadaan seperti itu tidak ada yang di persalahkan. Kami berharap ada seseorang yang menolong dikarenakan jalanan disana sangat sepi sekali dan tidak ada orang yang lewat sama sekali. Alhamdulillah ada tetangga pondok yang lewat dan dia menolong kami. Lalu, kami mengucapkan terima kasih kepada orang tersebut. Kami langsung memberi uang kepada pembecak tersebut dan kami langsung meninggalkannya karena kami sangat takut.
Jam tangan saya pun telah menunjukkan jam 12 tepat, lokasi pondokpun masih jauh dari tempat kejadian. Ketika itu juga, tidak ada kendaraan yang lewat sama sekali. Akhirnya kamipun harus menempuhnya dengan berjalan kaki.
Sesampai kami dipondok, saya dan Nurul merasa sedikit lega dan langsung kekamar Ustadzah untuk meminta maaf atas keterlambatan kami dan waktu itupun kami juga harus menjelaskan kepada beliau atas semua apa yang terjadi tadi. Alhamdulillah, beliau memakluminya. Kemudian, kamipun pergi kekamar dan bercerita tentang kejadian tadi kepada teman-teman saya.
Teman-teman saya tertawa terbahak-bahak karena mendengar langsung kejadian tersebut. Dan untuk itu merupakan hari yang tak pernah saya dan Nurul lupakan dalam memori.

created By Nurun Nisa'ul I.

0 komentar to HARI YANG TAK PERNAH TERLUPAKAN:

Posting Komentar